Oleh: Kristin Samah
NABIRE (17/7/2018)—Andai waktu bisa diputar… Mungkin itu yang akan diucapkan bila melihat kecenderungan perkembangan anak-anak korban konflik.
Hampir tidak mungkin anak-anak yang mengalami trauma berkepanjangan bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Kejadian buruk di masa kecil selalu mengiring pertumbuhan anak, menimbulkan bermacam dampak.
Trauma tak bisa dihindari, bagaimana meminimalisir dampak trauma, itulah yang dilakukan Binmas Noken, Satgassus Papua.
Dua orang pendongeng asal Lampung, Ivan Sumantri Bonang dan Iin Muthmainnah membagi pengalamannya melakukan trauma healing pada personel Binmas Noken. Satuan Binmas Noken inilah yang di kemudian hari akan bertemu anak-anak, berbagi sukacita melalui kisah-kisah inspiratif.
Transformasi pengetahuan tak hanya dilakukan di kelas tetapi praktek langsung di depan hampir seratus anak-anak di Kalisusu, Nabire.
Benar saja, binar mata anak-anak menjadi bukti betapa mereka merindukan cerita lucu, permainan, termasuk “keliaran” ketika menggoreskan warna-warna di atas kanvas sebagai ekspresi perasaan.
Selesai mendengarkan cerita dan bermain-main, anak-anak ganti mengajari para pendongeng, gerakan salam Papua.
Jari telunjuk kanan ditekuk, dikaitkan dengan jari yang sama milik temannya, kemudian ditarik kuat-kuat hingga terlepas.
Salam Papua untuk Indonesia. Teriakan itu menggema di antara anak-anak seolah mengirim pesan, jangan ada lagi konflik di antara kita. (***)